Label

Selasa, 19 April 2011

UNSUR KALSIUM TANAH

Sumber Unsur Ca

1. Bahan organik

Ca dapat dengan cepat terlindi dari seresah tanaman, sebagian yang lain mengalami mineralisasi pada awal tahapan perombakan bahan tersebut.

2. Ca tertukar: Ca2+ merupakan kation yang dapat dipertukarkan, pertukaran kation merupakan reaksi paling penting bagi unsur Ca dalam tanah.

3. Pelarutan mineral Ca

Didalam kerak bumi terdapat 3,6% Ca. Mineral Ca di dalam tanah sangat bervariasi. Pada tanah yang kasar kadar Ca lebih rendah dibanding tanah yang halus teksturnya, kadar Ca juga rendah pada tanah yang sudah terlapuk lanjut, kadarnya cukup banyak pada tanah humida, atau wilayah beriklim temperate, tanah permukaan mungkin memiliki kadar Ca yang lebih rendah karena sifatnya asam. Kadar Ca rendah pada tanah kapuran, terbentuk senyawa Ca karbonat, terbentuk Gipsum (CaSO4) pada tanah kering. Didalam kerak bumi terdapat 3,6% Ca

4. Kapur dan pupuk

Kebanyakan Ca yang diberikan ke dalam tanah adalah senyawa untuk menetralisir kemasaman tanah, terutama CaCO3 dan CaMgCO3. Gipsum digunakan untuk memasok Ca tanpa mempengaruhi pH tanah, Ca juga terkandung dalam pupuk superfosfat (Narsih, 2010)

Ketersediaan Ca

Ketersediaan Ca dipengaruhi oleh kejenuhan basa dan pH tanah. Kejenuhan Ca2+ yang tinggi diperlukan agar hara ini tersedia bagi tanaman. Angkanya beragam sesuai tipe tapak pertukaran. Kejenuhan pada lempung 2:1 besarnya >70% , sedangkan pada bagan organik tanah dan lempung 1:1 besarnya 40 to 50%. Pada pH yang rendah Ca kurang tersedia. Hal ini disebabkan kejenuhan Ca2+ rendah, adanya Al3+ dalam larutan menghambat penyerapan Ca2+. Kation yang lain misalnya Mg2+, K+, NH4+ jika kadarnya tinggi akan menghambat penyerapan Ca, sebaliknya anion Nitrat akan meningkatkan serapan Ca.

Unsur Ca diserap dalam bentuk kation divalen Ca2+ . Penyerapan Ca2+ terbatas pada ujung akar: wilayah perakaran muda yang memiliki dinding sel endodermis belum mengalami suberisasi. Ca memasuki pembuluh xilem melalui jalur apoplastik. Pengangkutan menembus membran terbatas, diperlukan pertumbuhan akar terus menerus agar pengambulan Ca mencukupi kebutuhan. Pengangkutan melalui xilem, Ca terbawa oleh aliran air transpirasi.

Peranan Ca

Ca adalah unsur yang penting di dalam tanah. Maka perlu kita perhatikan kembali, bahwa koloid-koloid humus sampai dengan liat, dapat berjonjot karena Ca, dengan adanya Ca struktur tanah menjadi mantap dan karena Ca ini pula dapat mempengaruhi semua sifat fisik tanah, karena:

1. Ca adalah kat-ion tukar yang penting sehingga dengan demikian Ca berperan mengatur daya absorpsi tanah.

2. Ca membantu daya pengikatan P.

3. Ca merupakan dasar yang utama untuk mempertahankan pH pada batas-batas yang cukup netral.

Tanaman juga membutuhkan kalsium untuk membuat protein. Kalsium merupakan bagian esensial dari struktur dinding sel tanaman, menyediakan pengangkutan dan retensi unsur-unsur yang lain di dalam tanaman. Kalsium juga diketahui sebagai unsur yang dapat melawan garam alkali dan asam organik di dalam suatu tanaman.

Ca secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan tanaman. Tanaman menghisap Ca sebanyak 20 — 300 kg/Ha/tahun dengan bentuk CaO. Ca membantu tumbuhnya dinding sel, perkecambahan, perakaran dan memberi kekuatan pada Leguminose yang tidak berkayu. Ca dapat menetralisasi asam-asam organik dan mengatur penggunaan yang tepat dari K, Mg, S dan Cu.

Defisiensi unsur Ca meyebabkan terhambatnya pertumbuhan sistem perakara, selain akar kurang sekali fungsinyapun demikian terhambat, gejala-gejalanya yang timbul tampak pada daun, dimana daun-daun muda selain berkeriput mengalami per-ubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya klorosis ( berubah menjadi kuning) dan warna ini menjalar diantara ujung tulang-tulang daun, jaringan-jaringan daun pada beberapa tempat mati. Kuncup-kuncup yang telah tumbuh mati. Defisiensi unsur Ca menyebabkan pula pertumbuhan tanaman demikian lemah dan menderita. Hal ini dikarenakan pengaruh terkumpulnya zat-zat lain yang banyak pada sebagian dari jaringan-jaringannya. Keadaan yang tidak seimbang inilah yang menyebabkan lemah dan menderitanya tanaman tersebut atau dapat dikatakan karena distribusi zat-zat yang penting bagi pertumbuhan bagian yang lain terhambat ( tidak lancar) ( Yudhi, 2009)

Gejala kekurangan kalsium yaitu titik tumbuh lemah , terjadi perubahan bentuk daun , mengeriting , kecil , dan akhirnya rontok. Kalsium menyebabkan tanaman tinggi tetapi tidak kekar. Karena berefek langsung pada titik tumbuh maka kekurangan unsur ini menyebabkan produksi bunga terhambat. Bunga gugur juga efek kekurangan kalsium. Kelebihan kalsium akan mempengaruhi pH tanah (Anonim, 2011) dan akan mengakibatkan kekahatan hara Mg atau K dalam tanaman.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Gejala Kekurangan dan Kelebihan Unsur Hara Makro dan Mikro Pada Tanaman. http://chodoxcharming.blogspot.com/2011/01/gejala-kekurangan-dan-kelebihan-unsur.html . diakses tanggal 11 April 2011.

Narsih. 2010. Kalsium. http://nasih.wordpress.com/2010/11/01/kalsium/ . diakses tanggal 11 April 2011.

Wijaya, Yudhi. 2009. Gejala Tanaman Kekurangan Unsur Hara.
http://yudhiwijaya.wordpress.com/2009/02/08/gejala-tanaman-kekurangan-unsur-hara/ .
diakses
tanggal 11 April 2011.

Sabtu, 02 April 2011

PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya.

Dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (untuk jangka pendek) sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Dengan demikian, secara keseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun. Untuk itu perlu pengelolaan lahan yang efektif, efisien dan optimal sehingga kelestarian lahan juga dapat terjaga dan kebutuhan manusia akan lahan dapat tercukupi.

Pengertian lahan

Lahan (land) atau sumberdaya lahan (land resources) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan tanah.

Sering kali terjadinya kerancuan penggunaan istilah lahan (land) dengan tanah (soil), karena sering penggunaan istilah ini dianggap memiliki arti yang sama. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil kerja interaksi anatara iklim (i) dan jasad hidup (o) terhadap suatu benda induk (b) yang dipengaruhi oleh relif tempatnya terbentuk (r) ditambah waktu (w).

Pengelolaan Lahan Pertanian

Pengelolaan lahan pertanian adalah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada suatu lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut dengan mempertimbangkan kelestariaannya. Tingkat produktivitas lahan sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah, curah hujan, suhu, kelembaban, sistem pengelolaan lahan, serta pemilihan landcover (Djaenuddin , 2006). Pengelolaan lahan sebagai salah satu komponen pengelolaan teknologi pertanian diperlukan dalam sistem pertanian berkelanjutan karena sistem pertanaman intensif bisa mengarah pada trade-off antara manfaat ekonomi dalam jangka pendek dan kerusakan lingkungan seperti degradasi kesuburan tanah dalam jangka panjang.

Tujuan pengelolaan lahan adalah :

a. Mengatur pemanfaatan sumber daya lahan pertanian secara optimal

b. Mendapatkan hasil maksimal

c. Mempertahankan kelestarian sumber daya lahan

Sistem pengelolaan lahan dan permasalahannya

Sistem pengelolaan lahan meliputi pola tanam, sistem tanam, pengolahan lahan, pengairan atau irigasi, pemupukan, pemberantasan hama penyakit tanaman dan konservasi tanah dan air yang diterapkan pada lahan tersebut.

a. Pola tanam

Pola tanam tanaman pangan yang diterapkan umumnya terdiri atas: padi-padi-palawija; padi-palawija-palawija; dan padi-palawija-bera. Berikut ini adalah contoh pola tanam berdasarkan sebaran hujan di wilayah Kabupaten Trenggalek :

Jan

Peb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nop

Des

basah

kering

Basah

Tanaman Semusim

padi

gogo

palawija

bera

Padi

Tanaman Tahunan

masa pertumbuhan

masa pemeliharaan (penyiraman)

Tanam

Sumber : Soemarno, 2009

b. Sistem tanam

Beberapa jenis sistem tanam yang sering diterapkan :

a. Kebun Pekarangan

Merupakan kebun campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan (buah-buahan) dan tanaman semusim di sekitar pekarangan dengan fungsi penyediaan karbohidrat, vitamin dan mineral, serta obat-obatan sepanjang tahun

b. Sistem perkebunan/ mokokultur

Merupakan penanaman satu jenis komoditas tanaman dengan maksud untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dalam usaha tani. Komoditas yang dikembangkan adalah komoditas tanaman pohon, yang mempunyai sistem perakaran yang dalam, seperti tanaman buah-buahan, disamping juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi Biasanya menggunakan input sarana produksi yang tinggi (intensifikasi). Dalam penanaman monokultur perlu diikuti oleh upaya konservasi antara lain :

o Pada lahan yang bergelombang/ miring perlu pembuatan teras-teras dan guludan untuk menghambat aliran permukaan air dan mengurangi erosi, serta menampung dan menyalurkan aliran air dengan kekuatan yang tidak merusak.

o Pengolahan tanah minimum, dilakukan secara terbatas/ seperlunya pada lobang tanam saja

o Tanaman utama misalnya komoditas buah-buahan seperti jeruk, durian, mangga dll, pada teras ditanam menurut sabuk gunung atau memotong lereng

o Penanaman rumput-rumputan pada guludan dan lereng-lereng/ tebing untuk mencegah erosi

c. Talun-kebun

Merupakan pertanian-hutan tradisional dimana berbagai macam tanaman ditanam secara spatial dan urutan temporal. Lokasinya jauh dari pekarangan, dengan fungsi (1) penyediaan subsisten karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, (2) produksi komoditas komersial, (3) konservasi tanah dan genetic, (4) sosial (penyediaan kayu baker bagi desa, (5) peningkatan ekonomi masyarakat dari hasil komoditas komersial. Pertanian talon-kebun ini telah berhasil dikembangkan di daerah Jawa Barat.

d. Tumpang sari

Tumpang sari bertujuan untuk mengintensifkan kegiatan Pertanian, pemanfaatan sumber daya secara optimal, serta menyelamatkan sumber daya lahan dan air, serta mengurangi resiko kegagalan panen. Prinsip tumpang sari adalah keanekaragaman vegetasi, dengan penanaman bermacam-macam tanaman, berupa tanaman keras/ kayu-kayuan dan buah-buahan, dengan intercrop tanaman semusim seperti tanaman pangan, tanaman obat-obatan, tanaman penutup dll.

e. Rumput-hutan

Merupakan usahatani campuran antara kehutanan dan peternakan (sylvopasture), dimana rumput ditanam di bawah pohon damar, pinus dan Albisia sp. Pengembangan system ini dapat berhasil di daerah yang petaninya mempunyai ternak, tapi tidak ada ladang untuk penggembalaan. Selain sebagai pakan ternak, rumput berfungsi sebagai pencegah erosi yang ditanam sebagai penutup tanah, penguat teras dan guludan serta penguat tebing-tebing pada tanah yang miring. Dalam usaha Pertanian, rumput dapat dimanfaatkan sebagai mulsa dan pupuk kompos.

f. Pertanaman lorong

Merupakan penanaman tanaman semusim atau tanaman pangan di lorong antara barisan pagar tanaman pohon. Tanaman pagar dijaga agar tetap rendah agar tanaman semusim tidak ternaungi, kecuali jika tidak ada tanaman semusim maka tanaman pagar dibiarkan tumbuh bebas. Pada tanah yang berlereng, tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam mengikuti kontur agar erosi dapat tercegah dengan baik.

c. Pengolahan lahan

Berikut ini beberapa bentuk pengolahan lahan :

o Pengolahan tanah menurut kontur/ memotong lereng

Pengolahan tanah yang dilakukan menurut kontur atau sabuk gunung, baik dengan pembajakan, pencangkulan atau perataan, sehingga terbentuk alur-alur dan jalur-jalur tumpukan tanah yang searah dengan kontur. Alur tanah tersebut akan merupakan penghambat erosi. Pengolahan tanah menurut kontur ini sebainya diikuti dengan penanaman dalam baris-baris memotong lereng.

o Pembuatan guludan, teras, dan saluran/ pembuangan air.

Beberapa cara dikenal guludan biasa, teras (teras guludan, teras kredit/sederhana dan teras bangku). Sedangkan saluran air berupa saluranpembuangan dan got buntu/rorak.

o Guludan biasa

Guludan biasa dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng dibawah 6%, dimaksudkan untuk aliran permukaan yang mengalir menurut arah lereng. Dibuat menurut kontur, sedikit miring yang menuju saluran pembuangan. Pada guludan sebaiknya ditanami rumput penguat guludan dan tanaman tahuan penguat teras seperti lamtoro.

o Teras guludan dan teras kredit

Teras guludan dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 6-15%, arah memanjang sejajar kontur dan menuju ke saluran. Teras kredit merupakan penyempurnaan dari teras guludan yang memungkinkan daya tampung lumpur lebih besar lagi.

o Teras bangku

Teras bangku dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 8-30%. Teras bangku memiliki bentuk khas, antar bidang olah teras dibatasi oleh terjunan. Teras bangku terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bidang olah, talut, guludan atau galengan dan saluran pembuangan air.

a. Pengairan atau irigasi

Air sangat di perlukan bagi tanaman. Kekurangan air dalam pemeliharaan turgor sel tanaman dalam menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman karena penurunan turgor sel dapat mengakibatkan menutupnya stomata sehigga segingga proses fotosintesis terhambat (Arifin, 2002). Pengelolaan air dibedakan dalam:

1. Pengelolaan air makro yaitu penguasaan air di tingkat kawasan reklamasi. Pengelolaan air makro ini bertujuan untuk membuat lebih berfungsi yaitu dengan :

o Jaringan drainase - irigasi: navigasi, primer, sekunder.

o Kawasan retarder, kawasan sempadan, dan saluran intersepsi.

o Kawasan tampung hujan.

2. Pengelolaan air mikro yaitu pengaturan tata air di tingkat petani.

b. Pemberantasan hama penyakit tanaman

Pemberantasan hama penyakit tanaman dilakukan melalua PHT (pengendlian Hama Terpadu). PHT adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang terlanjutkan. Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi, 2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi OPT dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pa­da aras yang secara ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan risiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua teknik atau metoda pengendalian OPT didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi.

c. Konservasi tanah dan air

Konservasi tanah dan air merupakan upaya pengawetan dan pemeliharaan tanah dan air yang diterapkan pada suatu lahan. Teknik konservasi tanah dan air yang dapat diterapkan diantaranya pembuatan teras, penerapan multi cropping pada suatu lahan, penanaman tanaman rumput sebagai penguat teras dan disekitar aliran sungai sebagi filter, pembuatan saluran pembuangan air. (Kartasapoetra,2005)


Permasalahan pada sistem pengelolaan lahan

Permasalahan pada sistem tanam, pengolahan lahan sangat berkaitan dengan teknik konservasi tanah dan air yang diterapkan pada lahan tersebut. Sitem tanam monokultur tanaman semusim yang di tanam pada lahan berlereng tanpa menggunakan teras (Gambar diatas) dapat menyebabkan tanah mudah tererosi. Selain itu pada teras-teras yang dibuat seringkali tidak diimbangi dengan bangunan penguat teras ataupun tanaman penguat teras sehingga sering menyebabkan longsor tebing teras. Pada musim hujan oleh air, pada musim kemarau oleh angin. Jika lapisan atas tanah yang banyak mengandung unsur hara terosi dan terkena limpasan permukaan oleh air, secara otomatis tanah pada lahan tersebut enjadi kurang subur. Banyaknya limpasan permukaan juga mengurangi peluang air masuk ke dalam tanah (infiltrasi) sehingga ketersediaan air abaik di musim penghujan maupun musim kemarau sangat kecil. Hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas lahan akibat adanya degradasi lahan sehingga lahan tersebut mengalami penurunan daya dukung yang tidak dapat dimanfaatkan secara berlanjut.

A. Rekomendasi sitem pengelolaan lahan berkelanjutan

1. Evaluasi kesesuaian lahan

Dalam sistem ini menyesuaikan antara karakteristik lahan, kondisi sosial ekonomi dan jenis tanaman. Kesesauaian ini sangat penting untuk menentukan kelas kemapuan lahan yang nantinya akan disesuaikan dengan tanaman atau vegetasi yang tumbuh diatasnya agar tetap dapat berproduksi optimal. Tentang metode yang digunakan sangat bervariasi. Teknik manual yang mengacu pada Djaenuddin, dkk (2003), selai itu juga dapat menggunakan sistem ALES.

2. Penerapan teknik konservasi tanah dan air

Dalam hal ini penerapan teknik konservasi tanah dan air lebih mengacu pada cara penanggulangan erosi karena jika erosi sermakin besar dan tidak ditanggulangi maka kesuburan tanah akan berkurang dan meyebabkan degradsai lahan. Teknik konservasi tanah dan air yang diterapkan dapat melalui dua cara yaitu secara vegetatif dan mekanik.

a. Secara vegetatif

Tanaman dapat menurunkan energi kinetik air hujan yang sampai permukaan tanah melalui intersepsi mahkota daun pada saat yang sama dengan meningkatnya kekasaran permukaan oleh sisa tanaman yang menutup tanah atau rumput penutup tanah maka limpasan permukaan akan berkurang. Terciptanya ruang pori oleh akar tanaman dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi dan perkolasi tanah. Sehingga jumlah air yang masuk ke dalam tanah lebih besar dari pada run off berkurangnya kecepatan dan volume limpasan permukaan akan menurunkan tingkat erosi suatu lahan.

Berikut ini merupakan tanaman-tanaman yang dapat ditanam untuk melindungi tanah dari erosi, meningkatkan bahan organik tanah serta produktivitas lahan. Berdasarkan habitus pertumbuhannya tanaman penutup tanah dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:

1) Tanaman penutup tanah rendah, meliputi Centrocema pubersens Bth (Kacangan), Poeraria lobata (Kudzu), Mimosa invisa (Baret/Putri Malu Besar), Ageratum conyzoides (Bandotan/Wedusan), Panicum maximum jachi (Rumput Lempuyangan), Pennisentum purpureum Sch (Rumput Gajah). Yang ditanam pada pola yang rapat pada barisan, untuk memperkuar tebing saluran air dan teras.

2). Tanaman penutup tanah sedang meliputi Clibadium surinamense (Kiangsrat), Lantana camara (Tahi Ayam/Telekan), Leucaena glauca (Petai Cina), Tithonia tagetiflora Dsp (Tithonia), Gliricidae sepium (Glirisida) yang ditanam pada barisan tanah utama, sebagai pagar dan sumber bahan organik.

3). Tanaman penutup tanah tinggi

Selain itu pada lahan pertanian perlu dilakukan teknik pengelolaan lahan untuk pengendalian erosi antara lain:

1. Pengolahan tanah yaitu diolah seperlunya pada saat kandungan air yang tepat, dilakukan sejajar dengan garis kontur dan dilakukan pemberian mulsa, dan pembuatan guludan sejajar dengan garis tinggi (menyabuk gunung).

2. Penanaman dalam strip adalah cara bercocok tanam dengan beberapa tanaman yang ditanam dalam setrip secara berselang seling pada sebidang tanah dengan memotong arah lereng.

3. Multiple cropping atau pola tanam ganda selain dapat menekan laju erosi juga dapat meningkatkan produktivitas lahan yang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pergiliran tanaman dan tumpang sari.

4. Pengelolaan tanaman dapat dilakukan dengan cara intensifikasi yang tepat.

5. Alley Cropping merupakan metode strip cropping namun dengan menggunakan tanaman pohon seperti lamtoro dan Gliricidae.

Mulsa dalam hal ini sisa-sisa tanaman yang dikembalikan lagi ketanah

a. Secara Mekanik

1. Saluran pemisah, berfungsi sebagai penahan limpasan permukaan dari lahan atasnya.

2. Teras, berfungsi untuk mengurangi panjang dan kemiringan lereng sehingga mempercil limpasan permukaan. Teras dibagi menjadi 4 bentuk yaitu teras gulud, teras saluran, teras bangku, teras irigasi.







3. Jalan air, berfungsi untuk menghidari agar aliran permukaan tidak terkumpul pada sembarang tempat. Bangunan ini juga disebut sebagai saluran pembuangan air (SPA)



Presentation9


Gambar Saluran pembuangan air

4. Bangunan terjunan, berfungsi untuk menghindari kerusakan dasar saluran air karena adanya lereng curam. Pada bangunan ini perlu dibuat penguat yang berasal dari bambu atau batu.



Presentation8


Gambar 1. Bangunan penguat tebing atau teras



Presentation10


Gambar 2. Penguat tebing atau teras

5. Dam penghambat, berfungsi menghambat kecepatan aliran dan tempat pengendapan tanah yang terbawah oleh aliran air.



Presentation12


Gambar Dam penghambat Dam penghambat erosi

6. Rorak, berfungsi untuk menangkap air permukaan serta air yang tererosi.



Presentation11


Gambar Rorak pada lahan berbasis kopi

1. Pemupukan organik dengan memanfaatkan sistem reuse,reduse, dan recycle

Pengembalian bahan organik dari residu tanaman akhir-akhir ini telah menjadi suatu keharusan dalam suatu praktek usah tani. Alternatif teknik produksi dengan masukan bahan organic atau pupuk organik, yang sering disebut pertanian organik, mengandalkan hara tanaman sepenuhnya dari bahan organic. Teknik produksi yang menganjurkan penggunaan pupuk organic dan pupuk anorganik secara komplementer dalam agroekoteknologi juga menempatkan pentingnya pengembalian sisa tanaman, termasuk jerami sebagai sumber hara dan pemeliharaan kesuburan tanah. Sumarno (2006) dalam Pemanfaatan jerami untuk pupuk kandang (2009) menyebutkan bahwa salah satu tindakan UPTL (Usaha Pertanian Tanpa Limbah) adalah menggunakan jerami sebagai pakan ternak dan mengembaliakan pupuk kandang ke areal pertanian sebagai pupuk.

Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat mendukung usaha pertanian. Berdasarkan data yang ada, dari sekian banyak kotoran ternak yang terdapat di daerah sentra produksi ternak banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal, sebagian diantaranya terbuang begitu saja, sehingga sering merusak lingkungan akibat menghasilkan bau yang tidak sedap. Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23, 59 kg kotoran tiap harinya. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman (Ridwan, 2006), seperti terlihat pada Tabel

Tabel Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal dari beberapa jenis ternak

Jenis Ternak

Unsur Hara (kg/ton)

N

P

K

Sapi perah

22,0

2,6

13,7

Sapi potong

26,2

4,5

13,0

Domba

50,6

6,7

39,7

Unggas

65,8

13,7

12,8

Disamping menghasilkan unsur hara mikro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman.

Berikut ini merupakan efisiensi masing-masing pupuk organik yang berasal dari sisa hasil panen yang langsung digunakan sebagai kompos dan yang melalui pupuk kandang (digunakan sebagai pakan ternak) menurut Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005).

Jerami

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jerami 5 t/ha secara nyata dapat meningkatkan produksi padi dan mampu mensubstitusi pupuk KCl 50 kg/ha. Apabila jerami dikomposkan terlebih dahulu, takaran anjuran kompos jerami adalah 2 t/ha. Penyusutan dari jerami segar menjadi kompos berkisar 40-50%. Berdasarkan data luas panen padi sawah tahun 2002 sekitar 10,4 juta hektar dengan produksi jerami 5 t/ha, maka jerami segar yang tersedia sebesar 52,36 juta ton. Namun demikian, tidak semua jerami dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik, karena jerami digunakan pula sebagai pakan ternak, media jamur, bahan baku kertas dan sebagainya. Apabila jerami dikomposkan, sebagai konsekuensinya akan memerlukan waktu lebih lama, membutuhkan tempat pengomposan, dan menambah biaya produksi. Apabila diasumsikan semua produksi jerami segar dapat dipakai untuk pupuk organik maka lahan yang dapat dipupuk jerami segar dengan takaran 5 t/ha mencapai 10,4 juta hektar, atau 15,7 juta hektar apabila jerami dikomposkan. Pengangkutan sekitar 50% jerami ke luar lahan akan menurunkan luas lahan sawah yang dipupuk hingga setengahnya. (Anynomous, 2006)

Kotoran Ternak

Dari berbagai jenis kotoran ternak, umumnya petani lebih menyukai kotoran ayam, karena kandungan nitrogennya lebih tinggi dibandingkan kotoran ternak lain. Kotoran sapi biasanya digunakan dengan dicampur bahan lain dan dikomposkan. Ternak sapi dewasa, kuda, dan kerbau dapat memproduksi kotoran rata-rata 3 kg/hari, kambing dan domba 0,5 kg/hari, dan ayam 200 g/hari. Apabila kotoran tersebut dikomposkan maka akan terjadi penyusutan sekitar 50%. Berdasarkan data populasi ternak pada tahun 2002 (Tabel 1) maka dalam kurun waktu satu tahun dapat diproduksi kotoran ternak basah 57,88 juta ton. Apabila kotoran tersebut dikomposkan dapat diproduksi sekitar 29 juta ton kompos per tahun. Apabila kompos tersebut dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik untuk tanaman pangan, maka untuk setiap musim tanam tersedia sekitar 14,5 juta ton kompos pupuk kandang. Dengan asumsi takaran pupuk organik sekitar 2 t/ ha, makan luas lahan yang dapat dipupuk mencapai 7,25 juta hektar. (Anynomous, 2005)

2. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu

Pemakaian Pestisida kimia, biasanya digunakan petani untuk memberantas hama dan penyakit tanaman. Reaksinya cepat sehingga petani sering menggunakannya tanpa melihat atau menyesuaikan penyemprotan dengan besarnya jumlah hama. Mereka cenderung mencegah dengan menyemprotkan pestisida sebelum hama dan penyakit itu datang. Akibatnya banyak hama dan penyakit yang tidak lagi terbasmi oleh pestisida tersebut. Semakin banyak konsumsi pestisida maka akan semakin banyak pula biaya produksinya. Dengan demikian ditawarkan sebuah solusi tentang pengendalian hama terpadu dengan menggunakan musuh alami untuk menuju pertanian yang berkelanjutan.

Solusi pengendalian hama jangka panjang dibutuhkan untuk mengembalikan keseimbangan alam di lahan pertanian, perkebunan dan lingkungan alami. Ini tentu saja memerlukan waktu bertahun-tahun, sehingga PHT juga meliputi solusi pengendalian hama jangka pendek, termasuk penggunaan pestisida alami.

PHT menggabungkan berbagai macam cara pengendalian hama, untuk:

  • Mencegah kemungkinan terjadinya permasalahan hama
  • Mengurangi jumlah permasalahan hama jika sudah terjadi
  • Menggunakan pengendalian alami untuk mengatasi permasalahan yang sudah terjadi

Sistem PHT akan membantu untuk:

  • Mengurangi penggunaan sumber daya dan produk yang mahal, karena lahan akan “merawat” dirinya sendiri secara terus-menerus, serta sumber daya yang dibutuhkan lebih banyak berasal dari sumber daya lokal
  • Memperbaiki kualitas tanah, tumbuhan dan lingkungan
  • Meningkatkan produksi dari tanah secara keseluruhan
  • Meningkatkan keanekaragaman dan daya tahan terhadap hama, penyakit dan cuaca ekstrim
  • Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat sekitarnya

Pengendalian Hama Terpadu dapat diterapkan di kebun rumah skala kecil, kebun untuk pasar, hingga lahan pertanian skala besar seperti padi, tanaman buah-buahan dan juga untuk keseluruhan sistem.

Untuk menjadi sehat dan kuat, tanaman membutuhkan kondisi yang baik untuk tumbuh, yang meliputi:

  • Tanah yang subur
  • Air yang cukup
  • Sinar matahari yang cukup

Jenis tanaman yang satu dengan yang lainnya membutuhkan kondisi yang berbedabeda. Beberapa jenis tanaman menyukai tanah yang sangat kering, beberapa menyukai tanah yang lembab, beberapa menyukai tempat yang teduh, beberapa menyukai sinar matahari yang berlebihan dll. Ada berbagai macam ‘musim mikro’ dalam setiap lahan, jika tanaman cocok dengan kondisi yang dibutuhkan, mereka akan tumbuh dengan baik dan memiliki daya tahan yang kuat terhadap penyakit.

PHT memiliki banyak aspek, yang bermanfaat untuk mencegah permasalahan hama secara alami:

  1. Tanah yang sehat dan hidup – Memperkuat daya tahan tanaman
  2. Predator hama alami – Mengontrol jumlah hama
  3. Lingkungan yang sehat – Menjaga keseimbangan hama dan mendorong pertumbuhan predator hama
  4. Penyerbukan terbuka, benih non-hibrida – Memperkuat daya tahan terhadap hama

Pengelolaan tanaman yang baik, meliputi:

  1. Rotasi tanaman – Mengisi unsur hara dalam tanah
  1. Pola-pola alami untuk berbagai macam bentuk kebun - Mencegah serangan hama
  2. Tanaman campuran, bukan monokultur - Mengurangi jumlah perkembangan hama
  3. Tanaman penghambat hama - Memperlambat serangan berbagai macam hama
  4. Penanaman berpasangan – Tanaman akan saling membantu satu sama lain
  5. Membuat & menggunakan umpan serta perangkap – Menjaga rendahnya jumlah hama
  6. Menggunakan binatang untuk mengontrol hama – Metode yang efektif dan efisien untuk mengontrol hama
  7. Membuat & menggunakan pestisida alami – Mendukung lingkungan yang lebih sehat
  8. Kontrol biologis – Mekanisme pengontrolan hama alami dalam skala yang lebih luas


1. DAFTAR PUSTAKA

Anynomous. 2005. Pupuk organik tingkatkan produksi pertanian. Available at http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr276057.pdf

Sumarno. 2006. Pemanfaatan jerami untuk pupuk kandang. Available at http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/2/file/Bagian-Ketiga.pdf

Ariffin. 2002. Cekaman air dan kehidupan tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang

Djaenuddin, D., H. Marwan, H. Subagyo, A. Mulyani, N. Suharta. 2003. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Bogor

Kartasapoetra, G., A.G. Kartasapoetra, M.M. Soetedjo. 2005. Teknologi konservasi tanah dan air. Rineka Cipta. Jakarta

Ridwan. 2006. Kotoran ternak sebagai pupuk dan sumber energy. Available at http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/Kotoran%20ternak%20sebagai%20pupuk%20dan%20sumber%20energi.pdf